Tuesday, January 19, 2021

Model Sugeno dan Tsukamoto Pada Logika Fuzzy

LOGIKA FUZZY MODEL SUGENO DAN TSUKAMOTO 

image by fkmtfindonesia


Logika fuzzy merupakan salah satu pembentuk soft computing. Logika fuzzy pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Lotfi A. Zadeh pada tahun 1965. Dasar logika fuzzy adalah teori himpunan fuzzy. Pada teori himpunan fuzzy, peranan derajat keanggotaan sebagai penentu keberadaan elemen dalam suatu himpunan sangatlah penting.

Fuzzy logic yaitu logika yang digunakan untuk menggambarkan  ketidakjelasan.  Fuzzy  logic  ini memiliki tiga  metode  yaitu  metode  Fuzzy Tsukamoto, Sugeno, dan Mamdani dan dari  ketiga metode  Fuzzy  ini memiliki  mesin  inferensi  dan defuzzifikasi  yang  berbeda  [4].  Sehingga,  dengan menerapkan  metode Fuzzy  logic  ini  tepat  untuk menentukan  keluarga  miskin  pada  penelitian  ini. Namun  ketiga  metode tersebut  belum  diketahui metode Fuzzy mana yang tepat untuk diterapkan.

Kelebihan logika Fuzzy adalah kemampuannya dalam  proses  penalaran  secara  bahasa sehingga dalam  perancangannya  tidak  memerlukan persamaan matematik yang rumit. Beberapa alasan yang  dapat  diutarakan  mengapa  menggunakan logika Fuzzy diantaranya adalah mudah dimengerti, memiliki  toleransi  terhadap  data-data  yang  tidak tepat, mampu memodelkan fungsifungsi nonlinear yang  sangat  kompleks,  dapat  membagun  dan mengaplikasikan  pengalaman-pengalaman para pakar  secara langsung  tanpa harus  melalui proses latihan,  dapat  bekerja  sama  dengan  teknik teknik kendali  secara konvensional,  dan didasarkan  pada bahasa alami.

Model dalam Logika Fuzzy Yaitu :

 

1.       MODEL SUGENO

Metode  Sugeno  mirip  dengan  metode Mamdani,  hanya output  (konsekuen) tidak  berupa himpunan fuzzy,  melainkan  berupa konstanta  atau persamaan  linier.  Ada  dua model  metode  Sugeno yaitu model fuzzy Sugeno orde nol dan model fuzzy Sugeno  orde satu.  Bentuk  umum  model  fuzzy Sugeno orde nol adalah : 

IF(x1is A1i) o (x2 isA2i) o ... o (xNisANi) THENz = k

 

Bentuk umum model fuzzy Sugeno orde satu adalah:

IF (x1is A1i) o (x2 isA2i) o ...  o (XNisAN)THEN

z=p1 *x1+ … + pN*xN+

 

 

Contoh:

1.       Mengevaluasi kesehatan orang berdasarkan tinggi dan berat badannya.

 

Input: Tinggi dan berat
Output: Kategori sehat

– Sangat sehat (SS), index = 0.8
– Sehat (A), index = 0.6
– Agak sehat (AS), index = 0.4
– Tidak sehat (TS), index = 0.2

Dalam bentuk If-Then, contoh:

If sangat pendek dan sangat kurus Then sangat sehat.

L2: Rules Evaluation

 

2.       Bagaimana kondisi kesehatan untuk orang dengan tinggi 161.5 cm dan berat 41 kg?

Model Fuzzy Sugeno: μsedang[161.5] = (165-161.5)/(165-160) = 0.7
Îœtinggi [161.5] = (161.5-160)/(165-160) = 0.3

L2: Rules Evaluation Model Fuzzy Sugeno
μsangatkurus [41] = (45-41)/(45-40) = 0.8 μkurus[41] = (41-40)/(45-40) = 0.2
L2: Rules Evaluation (4)

Model Fuzzy Sugeno Pilih bobot minimum karena relasi AND Model Fuzzy Sugeno
L3: Defuzzification Diperoleh:
f = {TS, AS, S, SS} = {0.3, 0.7, 0.2, 0.2}

Penentuan hasil akhir, ada 2 metoda:

·         Max method: index tertinggi 0.7 hasil Agak Sehat.

·         Centroid method, dengan metoda Sugeno:
Decision Index = (0.3×0.2)+(0.7×0.4)+(0.2×0.6)+(0.3×0.8) / (0.3+0.7+0.2+0.2 = 0.4429
Crisp decision index = 0.4429
Fuzzy decision index: 75% agak sehat, 25% sehat.

 

2.       MODEL TSUKAMOTO

Saat  proses  evaluasi  aturan  dalam  mesin inferensi,  metode  fuzzy  Tsukamoto menggunakan fungsi  implikasi  MIN untuk  mendapatkan  nilai  α-predikat tiap-tiap  rule  (α1, α2,  Î±3,....  αn). Masing- masing  nilai  Î±-predikat  digunakan  untuk menghitung  hasil  inferensi  secara  tegas  (crisp) masing-masing rule (z1, z2, z3,.... zn). Metode Tsukamoto menggunakan metode rata-rata (Average).

 

 

Contoh :

Sebuah perusahaan makanan kaleng akan memproduksi makanan jenis ABC. Dari data 1 bulan terakhir, PERMINTAAN TERBESAR mencapai 5000 kemasan/hari, dan PERMINTAAN TERKECIL 1000 kemasan/hari. PERSEDIAAN TERBANYAK digudang sampai 600 kemasan/hari, dan PERSEDIAAN TERKECIL mencapai 100 kemasan/hari. Dengan segala keterbatasan kemampuan PRODUKSI TERBANYAK adalah 7000 kemasan/hari, dan agar efisien PRODUKSI TERKECIL adalah 2000 kemasan/hari. Dalam produksi perusahaan menggunakan aturan :

R1 : JIKA permintaan TURUN dan persediaan BANYAK maka produksi = permintaan – persediaan

R2 : JIKA permintaan TURUN dan persediaan SEDIKIT maka produksi = permintaan

R3 : JIKA permintaan NAIK dan persediaan BANYAK maka produksi = permintaan

R4 : JIKA permintaan NAIK dan persediaan SEDIKIT maka produksi = 1,25 * Permintaan – Persediaan

Berapa harus diproduki jika PERMINTAAN 4000 kemasan dan PERSEDIAAN 300 kemasan?

Jawab

Terdapat 3 variabel fuzzy yaitu (1) permintaan, (2) persediaan, dan (3) produksi

·         PERMINTAAN. Terdiri dari 2 himpunan fuzzy, yaitu (1) TURUN, dan (2) NAIK. Diketahui : Permintaan terendah adalah 1000 kemasan/hari  Permintaan tertinggi adalah 5000 kemasan/hari  Permintaan permasalahan = 4000 kemasan


·         PERSEDIAAN. Terdiri dari 2 himpunan fuzzy, yaitu (1) SEDIKIT, dan (2) BANYAK. Diketahui :  Persediaan terendah adalah 100 kemasan/hari  Persediaan tertinggi adalah 600 kemasan/hari Persediaan permasalahan = 300 kemasan.



Nilai Produksi Z

  • PERMINTAAN X

  • PERMINTAAN Y

  • MENCARI PRODUKSI Z

R1 : JIKA permintaan TURUN dan persediaan BANYAK maka produksi =    Permintaan – Persediaan

  • R2 : JIKA permintaan TURUN dan persediaan SEDIKIT maka produksi =    Permintaan

  • R3 : JIKA permintaan NAIK dan persediaan BANYAK maka produksi = Permintaan

  • R4 : JIKA permintaan NAIK dan persediaan SEDIKIT maka produksi = 1,24 * Permintaan – Persediaan

Hitung z sebagai berikut:

Maka, barang yang harus diproduksi jika permintaan 4000 kemasan dan persediaan 300 kemasan adalah 4230.

Read More

Wednesday, January 13, 2021

Critical Review Pengolahan Citra Digital

 

Judul Jurnal    : Pengolahan Citra Digital Untuk Menghitung Luas Daerah Bekas Penambahan Timah

Penulis Jurnal : Rika Favoria Gusa

Reviewer         : Cindy Safitri

 

Critical Review

1.    Latar Belakang Peneliti

Penulis Melakukan Penelitian tentang menghitung luas daerah bekas timah dikarenakan banyak didaerah bekas penambangan timah yang dilakukan tersebut ditinggalkan begitu saja paska penambangan tanpa ada usaha reklamasi atau pemanfaatkan kembali. Oleh karena banyaknya kejadian seperti itu penulis melakukan penelitian yang  dalam penelitian ini akan dilakukan pengolahan citra digital berupa citra satelit dari suatu wilayah tertentu yang memiliki daerah bekas penambangan timah agar dapat dihitung luasannya.

Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui berapa luas daerah bekas penambangan timah yang harus diolah kembali ataupun direklamasi sehingga kerusakan lingkungan akibat penelantaran bekas penambangan timah dapat dikurangi.

 

2.    Pendapat Peneliti Terhadap Penelitian Yang dilakukan Peneliti Lain sebelumnya

Peneliti lain juga mengidentifikasi luas daerah yang terkena dampak bencana Tsunami di daerah Aceh. Peneliti ini menggunakan metode merepresentasikan region-region citra yang berbeda dan “menumbuhkannya” sampai memenuhi seluruh citra sehingga dapat diketahui luas daerah kerusakan akibat Tsunami.

Perbedaan peneliti yang dilakukan peneliti sebelumnya yaitu peneliti sebelumnya mengidentifikasi luas wilayah yang terkena dampak bencana suami di aceh, sedangkan peneliti jurnal ini melakukan penelitian pada daerah bekas penambangan timah di daerah Bengkulu. Dan metode penelitian yang digunakan pun berbeda dari peneliti sebelumnya.

 

 

3.    Metode Yang Digunakan Peneliti

a.    Penelitian dimulai dengan survei lapangan untuk mengambil data berupa koordinat, ukuran (panjang dan lebar) serta gambar/foto daerah bekas penambangan timah. Lokasi yang dipilih ialah beberapa daerah bekas penambangan timah di Pemali, Kabupaten Bangka.

b.    Setelah koordinat lokasi (daerah bekas penambangan timah) diperoleh, dilakukan pembacaan citra satelit dari lokasi/daerah tersebut.

c.    Citra satelit yang diperoleh yang masih berupa citra warna (RGB) diubah menjadi citra grayscale.

d.    Citra satelit yang telah berupa citra grayscale diperbaiki kontrasnya sehingga objek-objek yang ada di dalam citra tersebut terlihat lebih jelas.

e.    Citra grayscale kemudian diubah menjadi citra biner untuk memisahkan objek dengan latar belakangnya. Hal ini juga dilakukan untuk persiapan operasi morfologi citra pada tahap selanjutnya.

f.     Operasi morfologi yang pertama dilakukan pada citra biner adalah erosi. Kemudian, dipilih objek yang akan dihitung luasnya sehingga pada citra biner hanya ada objek yang diinginkan (daerah bekas penambangan timah). Selanjutnya, dilakukan proses dilasi untuk mengembalikan bagian objek citra daerah bekas penambangan timah yang hilang akibat proses erosi.

g.     Penghitungan jumlah piksel objek dengan mudah dapat dilakukan pada citra biner hasil proses dilasi. Piksel-piksel yang masuk dalam penghitungan adalah piksel-piksel yang memiliki nilai intensitas 1 yang merupakan bagian dari objek (daerah bekas penambangan timah).

h.    Untuk mengetahui luas objek citra (daerah bekas penambangan timah) dalam satuan m2 , jumlah piksel yang telah dihitung dikalikan dengan suatu skala yang telah diketahui.

 

4.    Hasil Dan Pembahasan

a.    Setelah memperoleh koordinat lokasi, dilakukan pembacaan citra satelit yang menampilkan lokasi (daerah bekas penambangan timah) yang telah disurvei sebelumnya. Citra ini merupakan citra warna (RGB).

b.    Citra daerah bekas penambangan timah yang masih berupa citra warna diubah menjadi citra grayscale dengan menggunakan fungsi rgb2gray yang terdapat di dalam program Matlab untuk memudahkan proses pengolahan citra selanjutnya.


c.    Untuk memperbaiki kualitas citra, dilakukan perenggangan kontras agar objek-objek yang terdapat di dalam citra terlihat lebih jelas. Perenggangan kontras citra dilakukan dengan menggunakan fungsi imadjust setelah sebelumnya dihitung terlebih dahulu nilai intensitas piksel citra yang paling rendah (minimum) dan paling tinggi (maksimum).

d.    Citra hasil perenggangan kontras selanjutnya diubah menjadi citra biner dengan menggunakan fungsi im2bw.


e.    Dalam proses pengolahan citra daerah bekas penambangan timah, dilakukan operasi morfologi yaitu erosi dan dilasi.

 



Selanjutnya, dilakukan proses dilasi pada citra-citra tersebut menggunakan fungsi imdilate dan SE yang sama dengan proses erosi.Citra hasil proses dilasi disajikan dalam Gambar 4.

f.     Penghitungan jumlah piksel objek dilakukan pada citra hasil proses dilasi dalam Gambar 4 dengan menggunakan fungsi bwarea.

 



 

g.    Untuk menghitung luas objek citra (daerah bekas penambangan timah) dalam satuan m2 , diperlukan skala yang mewakili ukuran sebenarnya dari daerah tersebut. Pada survei lapangan yang dilakukan di awal penelitian, telah diperoleh ukuran panjang dan lebar daerah bekas penambangan timah dalam satuan meter. Ukuran panjang dan lebar objek citra juga dapat dihitung dengan memilih titik-titik objek yang memiliki koordinat tertentu yaitu xmin (titik objek paling kiri), xmax (titik objek paling kanan), ymin (titik objek paling atas) dan ymax (titik objek paling bawah). Titik-titik tersebut dipilih dengan menggunaka fungsi ginput dan mouse pointer. Selisih nilai xmin dan xmax menyatakan panjang objek citra sedangkan selisih nilai ymin dan ymax menyatakan lebar objek citra.



5.    Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:

1)    Tahapan proses pengolahan citra digital yang dimulai dari pembacaan citra satelit daerah bekas penambangan timah, dilanjutkan dengan pengubahan citra satelit berupa citra warna (RGB) menjadi citra grayscale, perbaikan citra grayscale dengan perenggangan kontras, pengubahan citra grayscale yang telah diperbaiki menjadi citra biner serta penerapan operasi morfologi yaitu erosi dan dilasi pada citra biner dapat digunakan untuk menghitung jumlah piksel objek citra (daerah bekas penambangan timah).

2) Ukuran sebenarnya (panjang dan lebar) daerah bekas penambangan timah diperlukan untuk mengetahui nilai skala yang digunakan untuk dapat menghitung luas objek citra (daerah bekas penambangan timah) dalam satuan m2 .

3)    Lingkungan di sekitar daerah bekas penambangan timah cukup berpengaruh pada proses pengolahan citra. Semakin kecil selisih nilai intensitas objek (daerah bekas penambangan timah) dengan lingkungan sekitarnya, dengan kata lain, warna objek mirip dengan warna latar/objek lain, maka akan semakin sulit untuk memilih objek (daerah bekas penambangan timah) tersebut untuk dihitung luasnya

Read More